Morfem yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yang
mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yang lebih kecil;
·
Bebas morfem yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam
suatu bangun kalimat, misalnya: saya, duduk, kursi.
·
Dasar morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks,
misalnya, juang menjadi berjuang;
·
Dasar
terikat morfem
dasar yang hanya dapat menjadi kata bila bergabung dengan afiks atau dengan
morfem lain, misalnya, juang, temu.
·
Gramatikal morfem yang jumlahnya terbatas dan berfungsi sebagai
penghubung di antara morfem leksikal.
·
Leksikal morfem yang jumlahnya tidak terbatas dan sangat
produktif (mencakupi kata penuh dan afiks derivatif).
·
Penyambung unsur yang diletakkan antara dua morfem lain.
·
Segmental morfem yang terjadi dr fonem segmental.
·
Suprasegmental morfem yang terjadi dr fonem suprasegmental.
·
Terbagi morfem yang realisasinya dl bentuk morfem diantari
oleh unsur lain, seperti {ke -- an}
menjadi {keadaan}.
·
Terikat morfem yg tidak mempunyai potensi untuk berdiri
sendiri dan yg se-lalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran,
misalnya ber-, meng-, -kan.
·
Unik morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu
satuan tertentu (misalnya morfem gulita, petas, dan siur pada
kombinasi gelap gulita, beras petas, dan simpang siur)
Istilah morfem, morf, dan alomorf,
terdapat istilah kata. Kata merupakan dua macam satuan, ialah
satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri
dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa
fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la,
dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri
dari dua fonem, dan jar terdiri
dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah /b, e, l, a, j, a, r/. Sebagai satuan
gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar
terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar
terdiri dari tiga morfem, yaitu ter-, per-, dan morfem ajar.
Kata adalah
satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan
bebas merupakan kata. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk,
pendudukan, kedudukan, negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan,
berkepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, dan sebagainya,
masing-masing merupakan kata karena masing-masing nerupakan satuan bebas.
Satuan-satuan dari, kepada, sebagai, tentang, karena, meskipun, lah, dan
sebagainya, juga termasuk golongan kata. Satuan-satuan tersebut, meskipun tidak
merupakan satuan bebas, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas contohnya;
Satuan-satuan rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala
batu, keras hati, keras kepala, panjang tangan, dan sebagainya, sekalipun
terdiri dari dua satuan bebas, juga termasuk golongan kata, karena
satuan-satuan tersebut memiliki sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya
dari frasa.
A.
Klasifikasi
Morfem.
·
Morfem Bebas dan Morfem Terikat.
Morfem
bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam
pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan
bagus adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat digunakan
tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. morfem terikat
adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul
dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.
morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris juga termasuk morfem terikat.
Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang
perlu dikemukakan,yaitu:
ü
Bentuk-bentuk seperti juang, henti,
gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut,
meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu
mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (lihat Verhaar
1978).
ü
Sehubungan istilah prakategorial di
atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan
tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru
merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami
proses morfologi.
ü
Bentuk-bentuk seperti renta (yang
hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering
kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk
morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka
bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
ü
Bentuk-bentuk yang termasuk
preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara
morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk
terikat.
ü
Klitikan merupakan morfem yang agak
sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas. Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat,
biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan,
kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat
dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan
enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di
muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil.
Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang
dilekati, seperti lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan
nasibku.
·
Morfem Utuh dan Morfem Terbagi.
Perbedaan
morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem
tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian
yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem
terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.
Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu}
dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan dengan morfem terbagi ini,
untuk bahasa Indonesia.
·
Morfem Segmental dan Suprasegmental.
Perbedaan
morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang
membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua
morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem
suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental,
seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di
Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kala
(tense) yang berupa nada.
·
Morfem Beralomorf Zero.
Dalam
linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol
(lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud
bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa
“kekosongan”.
·
Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem
Tidak Bermakna Leksikal
Morfem
bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna
pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda} adalah morfem
bermakna leksikal. Oleh karena itu, morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah
dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam
pertuturan.morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada
dirinya sendiri.
Morfem ini
baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses
morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah
morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem
lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau
tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai
preposisi dan konjungsi.
Morfem-morfem yang termasuk
preposisi dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna.
Namun,
kebebasanya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebsan
morfem afiks. Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses
morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya
sebagai pembentuk kata. (http://rizkyagustini.blogspot.co.id/2013/07/morfem-dan-kata-serta-klasifikasi-morfem.html).
B.
Morfem dasar,
pangkal dan akar.
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih umum dasar (base) saja),
pangkal (stem), dan akar (root) adalah empat istilah yang biasa digunakan dalam
kajian morfologi. Namun, seringkali digunakan dengan pengertian yang kurang
cermat, atau malah berbeda. Oleh karena itu, sejalan dengan usaha yang
dilakukan oleh Lyons (1977:513) dan Matthews (1972:165 dan 1974:40,73).
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau
dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu
dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa
digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Istilah bentuk dasar
atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang
menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa
morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Contoh pada kata
berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan bicara, maka bicara adalah menjadi
bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar.
Dalam bahasa Inggris kata books bentuk dasarnya adalah book,
dan kata singers bentuk dasarnya adalah singer, sedangkan kata singer itu
sendiri bentuk dasarnya adalah sing. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk
menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks
inflektif. Contoh bentuk inflektif kita ambil dari bahasa Inggris. Pada kata books
pangkalnya adalah book.
Dalam bahasa Indonesia kata me-nangisi bentuk pangkalnya
adalah tangisi, dan morfem me- adalah sebuah afiks inflektif. Akar (root)
digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks
infleksional maupun afiks deverensionalnya ditanggalkan. Misalnya, kata Inggris
untouchables akarnya adalah touch.
Proses pembentukan kata untouchables itu adalah: mula-mula
pada akar touch dilekatkan sufiks able menjadi touchable, lalu, dilekatkan
prefiks un- menjadi untouchable, dan akhirnya, diimbuhkan sufiks -s sehingga
menjadi untouchables. Perlu diketengahkan adanya tiga macam morfem dasar bahasa
Indonesia dilihat dari status atau potensinya dalam proses gramatika yang dapat
terjadi pada morfem dasar itu. Pertama, adalah morfem dasar bebas, yakni morfem
dasar yang secara potensial dapat langsung menjadi kata, sehingga langsung
dapat digunakan dalam ujaran. Misalnya, morfem {meja}, {kursi}, dan {pergi}.
Namun, disini pun ada derajat kebebasan yang lebih rendah dari morfem-morfem
seperti {meja} di atas. Kedua, morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan.
Yang termasuk ini adalah sejumlah morfem berakar verba, yang dalam kalimat
imperative atau kalimat sisipan, tidak perlu diberi imbuhan, dan dalam kalimat
deklaratif imbuhannya dapat ditanggalkan.
Verhaar (1978) memasukkannya ke dalam kelompok
prakategorial, tetapi dalam naskah lain yang belum diterbitkan disebutnya
bentuk pradasar. Kedalam kelompok ini termasuk morfem-morfem seperti {-ajar},
{-tulis}, dan {-lihat}. Ketiga, morfem dasar terikat, yakni morfem dasar yang
tidak mempunyai potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat
proses morfologi. Misalnya, morfem {juang}. Ke dalam kelompok ketiga ini dapat
dimasukkan juga sejumlah morfem yang hanya dapat muncul pada pasangan tetap,
seperti renta (yang hanya muncul pada tua renta), kerontang ( yang hanya muncul
pada kering kerontang), dan kuyup (yang hanya muncul pada basah kuyup).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar