Senin, 26 September 2016

KLASIFIKASI MORFEM



Morfem yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil;
·         Bebas morfem yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam suatu bangun kalimat, misalnya: saya, duduk, kursi.
·         Dasar morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks, misalnya, juang menjadi  berjuang;
·         Dasar terikat morfem dasar yang hanya dapat menjadi kata bila bergabung dengan afiks atau dengan morfem lain, misalnya,  juang, temu.
·         Gramatikal morfem yang jumlahnya terbatas dan berfungsi sebagai penghubung di antara morfem leksikal.
·         Leksikal morfem yang jumlahnya tidak terbatas dan sangat produktif (mencakupi kata penuh dan afiks derivatif).
·         Penyambung unsur yang diletakkan antara dua morfem lain.
·         Segmental morfem yang terjadi dr fonem segmental.
·         Suprasegmental morfem yang terjadi dr fonem suprasegmental.
·         Terbagi morfem yang realisasinya dl bentuk morfem diantari oleh unsur lain, seperti  {ke -- an} menjadi {keadaan}.
·         Terikat morfem yg tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yg se-lalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran, misalnya ber-, meng-, -kan.
·         Unik morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu (misalnya morfem gulita, petas, dan siur pada kombinasi gelap gulita, beras petas, dan simpang siur)
Istilah morfem, morf, dan alomorf, terdapat istilah kata. Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar  terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah  /b, e, l, a, j, a, r/. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar terdiri dari tiga morfem, yaitu ter-, per-, dan morfem ajar.
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, pendudukan, kedudukan, negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, berkepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing nerupakan satuan bebas. Satuan-satuan dari, kepada, sebagai, tentang, karena, meskipun, lah, dan sebagainya, juga termasuk golongan kata. Satuan-satuan tersebut, meskipun tidak merupakan satuan bebas, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas contohnya; Satuan-satuan rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala batu, keras hati, keras kepala, panjang tangan, dan sebagainya, sekalipun terdiri dari dua satuan bebas, juga termasuk golongan kata, karena satuan-satuan tersebut memiliki sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya dari frasa.
A.     Klasifikasi Morfem.
·         Morfem Bebas dan Morfem Terikat.
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat digunakan tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris juga termasuk morfem terikat. Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan,yaitu:
ü  Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (lihat Verhaar 1978).
ü  Sehubungan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
ü  Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
ü  Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
ü  Klitikan merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas.     Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
·         Morfem Utuh dan Morfem Terbagi.
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.
·         Morfem Segmental dan Suprasegmental.
Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.
·         Morfem Beralomorf Zero.
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
·         Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu, morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai preposisi dan konjungsi.
Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna.
Namun, kebebasanya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebsan morfem afiks. Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya sebagai pembentuk kata. (http://rizkyagustini.blogspot.co.id/2013/07/morfem-dan-kata-serta-klasifikasi-morfem.html).
B.     Morfem dasar, pangkal dan akar.
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih umum dasar (base) saja), pangkal (stem), dan akar (root) adalah empat istilah yang biasa digunakan dalam kajian morfologi. Namun, seringkali digunakan dengan pengertian yang kurang cermat, atau malah berbeda. Oleh karena itu, sejalan dengan usaha yang dilakukan oleh Lyons (1977:513) dan Matthews (1972:165 dan 1974:40,73).
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Contoh pada kata berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar.
Dalam bahasa Inggris kata books bentuk dasarnya adalah book, dan kata singers bentuk dasarnya adalah singer, sedangkan kata singer itu sendiri bentuk dasarnya adalah sing. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif. Contoh bentuk inflektif kita ambil dari bahasa Inggris. Pada kata books pangkalnya adalah book.
Dalam bahasa Indonesia kata me-nangisi bentuk pangkalnya adalah tangisi, dan morfem me- adalah sebuah afiks inflektif. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks deverensionalnya ditanggalkan. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
Proses pembentukan kata untouchables itu adalah: mula-mula pada akar touch dilekatkan sufiks able menjadi touchable, lalu, dilekatkan prefiks un- menjadi untouchable, dan akhirnya, diimbuhkan sufiks -s sehingga menjadi untouchables. Perlu diketengahkan adanya tiga macam morfem dasar bahasa Indonesia dilihat dari status atau potensinya dalam proses gramatika yang dapat terjadi pada morfem dasar itu. Pertama, adalah morfem dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara potensial dapat langsung menjadi kata, sehingga langsung dapat digunakan dalam ujaran. Misalnya, morfem {meja}, {kursi}, dan {pergi}. Namun, disini pun ada derajat kebebasan yang lebih rendah dari morfem-morfem seperti {meja} di atas. Kedua, morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan. Yang termasuk ini adalah sejumlah morfem berakar verba, yang dalam kalimat imperative atau kalimat sisipan, tidak perlu diberi imbuhan, dan dalam kalimat deklaratif imbuhannya dapat ditanggalkan.
Verhaar (1978) memasukkannya ke dalam kelompok prakategorial, tetapi dalam naskah lain yang belum diterbitkan disebutnya bentuk pradasar. Kedalam kelompok ini termasuk morfem-morfem seperti {-ajar}, {-tulis}, dan {-lihat}. Ketiga, morfem dasar terikat, yakni morfem dasar yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat proses morfologi. Misalnya, morfem {juang}. Ke dalam kelompok ketiga ini dapat dimasukkan juga sejumlah morfem yang hanya dapat muncul pada pasangan tetap, seperti renta (yang hanya muncul pada tua renta), kerontang ( yang hanya muncul pada kering kerontang), dan kuyup (yang hanya muncul pada basah kuyup).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar