Jumat, 30 September 2016

KATA



A.    Hakikat Kata
Kata” dalam bahasa Indonesia dan Melayu Ngapak diambil dari Katha. Dalam bahasa Sansekerta, Katha sebenarnya berarti pembicaraan”, bahasa“, cerita” atau dongeng”. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia penyempitan menjadi makna semantik kata”. Kata atau ayat merupakan unit bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya terdiri dari akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Kata dikombinasikan untuk membentuk frase, klausa, atau kalimat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1997) memberikan beberapa definisi dari kata:
·         Elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan atau tertulis dan realisasi kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam bahasa,
·         Percakapan, bahasa,
·         Morfem atau kombinasi morfem yang dapat diucapkan sebagai bentuk bebas,
·         Unit bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri dari morfem tunggal (misalnya kata) atau beberapa morfem gabungan (misalnya kata).
KBBI definisi pertama bisa diartikan sebagai leksem yang bisa menjadi isi kamus atau entri. Kemudian definisi kedua mirip dengan katha satu pengertian yang sebenarnya dalam bahasa Sansekerta. Kemudian definisi ketiga dan keempat dapat diartikan sebagai kombinasi morfem atau morfem. Berdasarkan bentuk, dapat diklasifikasikan ke dalam empat kata: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk.
Kata dasar adalah kata yang menjadi dasar bagi pembentukan sebuah kata turunan atau kata-kata berimbuhan. Mengubah derivatif kata karena membubuhkan atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), atau akhir (akhiran atau sufiks) kata-kata. Berdasarkan bentuk, dapat diklasifikasikan ke dalam empat kata: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata adalah dasar dari kata atau atas dasar pengalaman perulangan bentuk semua atau bagian dari senyawa sementara adalah kombinasi dari beberapa kata-kata dasar yang berbeda untuk membentuk makna baru. Dalam tata bahasa Indonesia standar, kelas kata dibagi menjadi tujuh kategori, yaitu:
·         Noun ( kata benda ) : nama-nama orang, tempat, atau semua benda dan semua dibendakan, seperti buku, kuda.
·         Kata kerja ( verb ) : kata yang menunjukkan tindakan atau rasa dinamis, misalnya baca, lari: Verba transitif ( membunuh ), Kerja kerja intransitif ( almarhum ), Pelengkap ( menikah ).
·         Kata sifat ( adjective ) : sebuah kata yang menggambarkan kata benda, misalnya keras, cepat.
·         Adverbia ( kata keterangan ) : kata-kata yang bersaksi kata tersebut tidak kata benda, seperti sekarang, agak.
·         Ganti (ganti) : kata pengganti kata benda, misalnya ia, itu : Yang pertama ( kami ), Orang kedua ( Anda ), Orang ketiga ( mereka ), Kata ganti posesif ( itu ), Kata ganti penunjuk ( ini, itu ).
·         Numeralia ( jumlah kata ) : mengatakan bahwa jumlah menyatakan benda atau hal-hal atau menunjukkan pesanan mereka berturut-turut, misalnya, satu, dua : Angka kardinal ( 1, 2, 3, dst. ), Nomor seri ( seperti di SKHUN ) .
·         Mengatakan tugas di luar kata-kata baik alih peran berdasarkan dapat dibagi menjadi lima subkelompok : Preposisi ( kata depan ) ( contoh: dari ), konjungsi ( hubungannya ) – koordinasi konjungsi ( dan ), konjungsi bawahan ( karena ), artikula ( kata sandang ) ( contoh:, si ) – Umum dalam bahasa Eropa ( seperti ), menangis ( menangis ) ( contoh: wow, wow ), dan partikel.
B.     Klasifikasi Kata
Untuk mendayagunakan bahasa secara maksimal, diperlukan kesadaran akan pentingnya pengayaan kosakat. Kesadaran itulah yang memotivasi kita untuk lebih rajin membaca.
Membaca merupakan kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis, seperti buku, majalah, dan surat kabar. Aktivitas membaca tidak saja dilakukan untuk menyerap informasi atau pesan yang diuraikan di dalam bacaan, tetapi membaca dapat juga dilakukan dengan tujuan menelaah unsur-unsur kebahasaan yang terkandung di dalamnya.
Dalam sebuah bacaan, terkandung banyak unsur bahasa yang berkaitan dengan makna kata dan ruang lingkupnya. Juga penggunaan gaya bahasa yang berhubungan dengan ungkapan dan bentuk-bentuk pemakaiannya. Pada bab ini, kita akan membahas dan menelaah unsur-unsur kebahasaan di dalam bacaan berkaitan dengan kata, bentuk kata, ungkapan, serta kalimat berdasarkan kelas kata dan makna kata. Kata merupakan unsur yang sangat penting dalam membangun suatu kalimat. Tanpa kata, tidak mungkin ada kalimat. Setiap kata mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda sesuai dengan kelas kata atau jenis katanya. Secara umum kelas kata terdiri atas 5 macam, yaitu:
·         kata kerja (verba),
·         kata sifat (adjektif ),
·         kata keterangan (adverbia),
·         kata benda (nomina), kata ganti (pronomina), kata bilangan (numeralia),
·         kata tugas.
v  Klasifikasi Kata Kelas Terbuka.
·         Nomina
Ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbil pendampingnya adalah bahwa kata - kata termasuk kelas nomina.
ü  Tidak dapat didahului oleh adverbia negasi  tidak , Contohnya, kata-kata bulan, rumah dan pensil. Contoh tersebut tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak.
ü   Tidak dapat didahului oleh adverbia derajat, (agak, lebih, sangat dan paling). Contohnya, kucing, meja, dan bulan.
·         Verba
Ciri utama verba atau kata kerja dilihat dari adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas verba.
ü  Dapat didampingi adverbia negasi tidak dan tanpa. Contoh, tidak dating dan tidak pulang.
ü  Dapat didampingi oleh semua adverbia frekuensi. Contoh, sering datang dan jarang makan
·         Ajektifa
Ciri utama  ajektifa atau kata keadaan dari adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kta-kata yang termasuk kelas ajektifa.
ü  Tidak dapat didampingi oleh adverbia frekuensi sering, jarang, dan kadang-kadang, misalnya, sering indah dan jarang tinggi.
ü   Tidak dapat didampingi oleh adverbia jumlah, misalnya banyak bagus, dan sedikit baru
v  Klasifikasi Kata Kelas Tertutup.
·         Adverbia
Adalah kata keterangan atau kata keterangan tambahan, misalnya :
ü  berprefiks se- seperti sejumlah, sebagian, seberapa, dan semoga.
ü  berprefiks se- dengan reduplikasi, seperti  sekali-kali, semena-mena.
ü  berkonfiks se-nya, seperti sebaiknya, seharusnya, sesungguhnya dan sebisanya.
ü  berkonfiks se-nya disertai reduplikasi seperti selambat-lambatnya, dan  secepat-cepatnya
·         Preposisi
Preposisi atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba di dalam suatu klausa. Misalnya kata “di” dan “dengan” dalam kalimat. Contohnya : 
ü  Nenek duduk di kursi.
ü  Kakek menulis surat dengan pensil
·         Konjungsi
Konjungsi adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis baik antara kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, atau antara kalimat dengan kalimat. Contohnya :
ü  Ibu dan Ayah pergi ke socah.
ü  Dia tidak dating karena hujan lebat sekali.
C.     Pembentukan kata secara inflektif dan derivatif serta paradigmanya
Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu pertama membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.
·         Inflektif
Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin berupa prefiks, infiks, dan sufiks; atau juga berupa modifikasi internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu. Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konjugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan adjektif disebut deklinasi. Konjugasi pada verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus, diathesis, persona, jumlah, dan jenis.
Sedangkan deklinasi biasanyaberkenaan dengan jumlah, jenis, dan kasus. Hanya bentuknya saja yang berbeda, yang disesuaikan dengan kategori gramatikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam morfologi infleksional disebut paradigma infleksional. Verhaar (1978), menyatakan bentuk-bentuk seperti membaca, dibaca, terbaca, kaubaca, dan bacalah adalah paradigma infleksional. Dengan kata lain, bentuk-bentuk tersebut merupakan kata yang sama, yang berarti juga mempunyai identitas jeksikal yang sama. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya.
·         Derivatif
Pembentukan kata secara infektif, tidak membentuk kata baru, atau kata lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan pembentukan kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. ( http://evietos.blogspot.co.id/2011/05/problematika-pembentukan-kata.html ).
Berikut ini merupakan pendapat para ahli mengenai infleksi dan derivasi.
·         Langacker, (Language and It’s Structure, 1973:78-79) menyebutkan bahwa ketika afiks derivasional dan infleksional melekat pada suatu kata dasar, ada kecenderungan yang kuat bagi afiks derivasional untuk lebih dekat dengan kata dasar tersebut jika dibandingkan dengan afiks infleksional. Misalnya, pada kata [darkens], sufiks [-en] menderivasi ajektiva dark menjadi darken ; kemudian sufiks infleksional s melekat pada kata hasil derivasi tersebut.
·         Scalise, (Generative Morphology, 1984 : 103) berpendapat bahwa afiks derivasional tidak dapat melekat pada kata yang sudah diinfleksi, namun afiks infleksional dapat melekat pada kata yang sudah diderivasi.
·         Katamba, (Morphology, 1993 : 50) menyebutkan bahwa afiks derivasional adalah afiks yang dipergunakan untuk membuat suatu leksem baru, baik dengan cara memodifikasi makna akar kata tempat mereka menempel, mengubah kelas gramatikal yang menyebabkan perubahan makna, maupuan mengubah sub-kelas gramatikal sebuah kata tanpa mengubahnya menjadi sebuah identitas kata yang baru.
D.    Klitika
Klitika merupakan morfem pendek yang terdiri atas 2 silabel atau paling tidak satu silabel. Morfem ini tidak bisa diberi aksen atau tekanan dan mengandung arti yang sulit dideskripsikan secara leksikal. Klitika juga tidak terikat pada morfem-morfem tertentu (morfem bebas). Namun ada kalanya klitika juga selalu terikat pada morfem - morfem tertentu ( morfem terikat ). Misalnya, klitika [ -pun ] dan [ -lah ]. Berdasarkan letaknya, klitika dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
·         Proklitika, merupakan klitik yang terletak di sebelah kiri dari suatu kata. "ku-" dan "kau-". Jika kata yang diiringi bisa ditambahkan "me-", maka tulisannya harus dirangkai. Contoh: kauambil. Namun, jika kata yang diiringi klitik "ku-" dan "kau-" tidak bisa ditambahkan awalan "me-", maka tulisannya dipisah. Contoh: kau pergi. 
·         Enklitika, merupakan klitik yang terletak di sebelah kanan dari suatu kata. ( https://uwiiesworld.wordpress.com/2011/04/27/morfologi/ ). Yang termasuk enklitik: "-ku", "-mu", dan "-nya". Penulisannya dirangkai. Contoh: perasaanku, cintamu. Khusus untuk "-nya", ia punya dua fungsi: klitik dan akhiran. Tentang "-nya" sebagai klitik lihat bahasan sebelumnya. Baik sebagai klitik, maupun akhiran, penulisan "-nya" harus dirangkai. Contoh "-nya" sebagai akhiran: turunnya. Khusus untuk unsur ketuhanan, "-Nya" dengan huruf kapital. Contoh: rahmat-Nya.



Senin, 26 September 2016

KLASIFIKASI MORFEM



Morfem yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil;
·         Bebas morfem yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam suatu bangun kalimat, misalnya: saya, duduk, kursi.
·         Dasar morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks, misalnya, juang menjadi  berjuang;
·         Dasar terikat morfem dasar yang hanya dapat menjadi kata bila bergabung dengan afiks atau dengan morfem lain, misalnya,  juang, temu.
·         Gramatikal morfem yang jumlahnya terbatas dan berfungsi sebagai penghubung di antara morfem leksikal.
·         Leksikal morfem yang jumlahnya tidak terbatas dan sangat produktif (mencakupi kata penuh dan afiks derivatif).
·         Penyambung unsur yang diletakkan antara dua morfem lain.
·         Segmental morfem yang terjadi dr fonem segmental.
·         Suprasegmental morfem yang terjadi dr fonem suprasegmental.
·         Terbagi morfem yang realisasinya dl bentuk morfem diantari oleh unsur lain, seperti  {ke -- an} menjadi {keadaan}.
·         Terikat morfem yg tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yg se-lalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran, misalnya ber-, meng-, -kan.
·         Unik morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu (misalnya morfem gulita, petas, dan siur pada kombinasi gelap gulita, beras petas, dan simpang siur)
Istilah morfem, morf, dan alomorf, terdapat istilah kata. Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar  terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah  /b, e, l, a, j, a, r/. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar terdiri dari tiga morfem, yaitu ter-, per-, dan morfem ajar.
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, pendudukan, kedudukan, negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, berkepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing nerupakan satuan bebas. Satuan-satuan dari, kepada, sebagai, tentang, karena, meskipun, lah, dan sebagainya, juga termasuk golongan kata. Satuan-satuan tersebut, meskipun tidak merupakan satuan bebas, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas contohnya; Satuan-satuan rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala batu, keras hati, keras kepala, panjang tangan, dan sebagainya, sekalipun terdiri dari dua satuan bebas, juga termasuk golongan kata, karena satuan-satuan tersebut memiliki sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya dari frasa.
A.     Klasifikasi Morfem.
·         Morfem Bebas dan Morfem Terikat.
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat digunakan tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris juga termasuk morfem terikat. Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan,yaitu:
ü  Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (lihat Verhaar 1978).
ü  Sehubungan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
ü  Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
ü  Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
ü  Klitikan merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas.     Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
·         Morfem Utuh dan Morfem Terbagi.
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.
·         Morfem Segmental dan Suprasegmental.
Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.
·         Morfem Beralomorf Zero.
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
·         Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu, morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai preposisi dan konjungsi.
Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna.
Namun, kebebasanya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebsan morfem afiks. Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya sebagai pembentuk kata. (http://rizkyagustini.blogspot.co.id/2013/07/morfem-dan-kata-serta-klasifikasi-morfem.html).
B.     Morfem dasar, pangkal dan akar.
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih umum dasar (base) saja), pangkal (stem), dan akar (root) adalah empat istilah yang biasa digunakan dalam kajian morfologi. Namun, seringkali digunakan dengan pengertian yang kurang cermat, atau malah berbeda. Oleh karena itu, sejalan dengan usaha yang dilakukan oleh Lyons (1977:513) dan Matthews (1972:165 dan 1974:40,73).
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Contoh pada kata berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar.
Dalam bahasa Inggris kata books bentuk dasarnya adalah book, dan kata singers bentuk dasarnya adalah singer, sedangkan kata singer itu sendiri bentuk dasarnya adalah sing. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif. Contoh bentuk inflektif kita ambil dari bahasa Inggris. Pada kata books pangkalnya adalah book.
Dalam bahasa Indonesia kata me-nangisi bentuk pangkalnya adalah tangisi, dan morfem me- adalah sebuah afiks inflektif. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks deverensionalnya ditanggalkan. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
Proses pembentukan kata untouchables itu adalah: mula-mula pada akar touch dilekatkan sufiks able menjadi touchable, lalu, dilekatkan prefiks un- menjadi untouchable, dan akhirnya, diimbuhkan sufiks -s sehingga menjadi untouchables. Perlu diketengahkan adanya tiga macam morfem dasar bahasa Indonesia dilihat dari status atau potensinya dalam proses gramatika yang dapat terjadi pada morfem dasar itu. Pertama, adalah morfem dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara potensial dapat langsung menjadi kata, sehingga langsung dapat digunakan dalam ujaran. Misalnya, morfem {meja}, {kursi}, dan {pergi}. Namun, disini pun ada derajat kebebasan yang lebih rendah dari morfem-morfem seperti {meja} di atas. Kedua, morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan. Yang termasuk ini adalah sejumlah morfem berakar verba, yang dalam kalimat imperative atau kalimat sisipan, tidak perlu diberi imbuhan, dan dalam kalimat deklaratif imbuhannya dapat ditanggalkan.
Verhaar (1978) memasukkannya ke dalam kelompok prakategorial, tetapi dalam naskah lain yang belum diterbitkan disebutnya bentuk pradasar. Kedalam kelompok ini termasuk morfem-morfem seperti {-ajar}, {-tulis}, dan {-lihat}. Ketiga, morfem dasar terikat, yakni morfem dasar yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat proses morfologi. Misalnya, morfem {juang}. Ke dalam kelompok ketiga ini dapat dimasukkan juga sejumlah morfem yang hanya dapat muncul pada pasangan tetap, seperti renta (yang hanya muncul pada tua renta), kerontang ( yang hanya muncul pada kering kerontang), dan kuyup (yang hanya muncul pada basah kuyup).