Selasa, 20 Maret 2018

WACANA BAHASA INDONESIA



Hakikat wacana.
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
A.    Pengertian wacana
Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari segi bentuk bahasa yang dipakai wacana terbagi dua, yakni wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan (ujaran) merupakan wujud komunikasi lisan yang melibatkan pembaca dan penyimak, sedangkan wacana tulis (teks) merupakan wujud komunikasi tulis yang melibatkan penulis dan pembaca. Aktivitas penyapa (pembicara/penulis) bersifat produktif, ekspesif, kreatif, sedangkan akktivitas pesapa (pendengar/pembaca) bersifat reseptif. Aktivitas di dalam diri pesapa bersifat internal sedangkan hubungan penyapa dan pesapa bersifat  interpersonal (Sudaryat, 2009:106). Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dan dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel,buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya) atau dapat pula disajikan dalam bentuk karangan yang bersifat membujuk (persuasi) contohnya iklan. Tarigan (1993:23) mengatakan istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan dimuka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Menurut Stubbs (dalam Tarigan, 1993:25) wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Dengan perkataan lain, unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat/kalusa seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis disebut wacana. Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Doeso (dalam Tarigan, 1993:25) berpendapat wacana adalah seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian wacana adalah suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yag dinyatakan secara lisan ataupun tulisan yang memiliki makna dan konteks di dalamnya
B.     Ciri – ciri wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut.
1.      Satuan gramatikal
2.      Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
3.      Untaian kalimat-kalimat
4.      Memiliki hubungan proposisi
5.      Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
6.      Memiliki hubungan koherensi
7.      Memiliki hubungan kohesi
8.      Medium bisa lisan maupun tulis
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut.
1.      Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur.
2.      Wacana mengungkap suatu hal (subjek).
3.      Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya.
4.      Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu.
5.      Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental.
C.    Fungsi / manfaat wacana dalam bahasa
Secara umum fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa tersebut dikelompokkan kepada 2 kategori utama yaitu fungsi transaksional dan fungsi interaksional. Brown dan Yule (1996: 1) menjelaskan fungsi transaksional bertujuan untuk menyampaikan informasi faktual atau proposisional. Sedangkan fungsi interaksional bertujuan untuk memantapkan dan memelihara hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi.
Wacana dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber (pembicara san penulis) dan penerima (pendengar dan pembaca). Semua unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15). Fungsi bahasa meliputi (1) fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara ekspositoris, (2) fungsi fatik (pembuka konversasi) yang menghasilkan dialog pembuka, (3) fungsi estetik, yang menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi, dan (4) fungsi direktif yang berhubungan dengan pembaca atau pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari sumber.
Selanjutnya Halliday (1970, 1973) dalam Leech (1993:86) membedakan tiga fungsi bahasa atas fungsi idesional, interpersonal, dan tekstual. Pada fungsi idesional bahasa dipakai untuk alat pengungkap sikap penutur dan pengaruhnya pada sikap dan perilaku penutur. Sedangkan pada fungsi tekstual bahasa difungsikan sebagai alat untuk membangun dan menyusun sebuah teks. Lebih lanjut Halliday menjelaskan bahwa interpersonal terdiri atas fungsi ekspresif dan informatif sebagaimana telah dikemukakan Popper.
Pada dasarnya pengenalan terhadap berbagai fungsi bahasa akan sangat membantu dalam penelaahan wacana. Sebaliknya tanpa pengenalan terhadap berbagai fungsi bahasa akan dapat menjadi halangan di dalam menginterpretasikan sebuah wacana. Seorang penganalisis wacana di dalam menganalisis sebuah wacana harus selalu mengaitkan bentuk-bentuk bahasa yang digunakan dengan tujuan dan fungsi di mana dan untuk apa bahasa itu digunakan dalam wacana tersebut.
Analisis wacana pada prinsipnya adalah analisis satuan-satuan bahasa di atas kalimat yang digunakan dalamproses komunikasi. Untuk itu analisis tidak dapat dibatasi pada pembentukan bahasa yang bebas dari tujuan dan fungsinya. Karena itu, wacana berkaitan erat dengan fungsi bahasa.
D.    Jenis – Jenis Wacana
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat  yaitu:
1.      Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif.Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
2.      Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya.Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
3.      Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
4.      Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
Jenis- Jenis Wacana Menurut Para Ahli
Menurut pendapat Leech (1974, dalam Kushartanti dan Lauder, 2008:91) tentang fungsi bahasa, wacana dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1)      Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresif, seperti wacana pidato.
2)      Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan dalam pesta.
3)      Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media massa.
4)      Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti wacana puisi dan lagu.
5)      Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.
Menurut Djajasudarma (1994:6), jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian.
a.       Realitas Wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna)
b.      Media Komunikasi Wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
c.       Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan deskriptif.
d.      Jenis Pemakaian Wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog, dan polilog. Wacana monolog merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang berkepentingan. Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak. Wacana polilog melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konservasi.
E.     Asumsi Analisis Wacana
Asumsi utama tentang bahasa yang menjadi pusat analisis wacana berhubungan dengan konteks dan komunikasi. Schriffin menjabarkan empat asumsi analisis wacana, yaitu tersebut adalah Bahasa selalu terjadi dalam konteks, Bahasa dipengaruhi oleh konteks, Bahasa selalu bersifat komunikatiif, dan Bahasa dirancang untuk komunikasi.
1)      Bahasa selalu terjadi dalam konteks
Asumsi yang pertama adalah bahasa selalu terjadi di dalam konteks. Hal ini dibuktikan oleh banyak penelitian sosiolinguistik dan psikolinguistik yang mengatakan bahwa bahasa diproduksi dan ditafsirkan dalam berbagai konteks tertentu. Hal ini send dengan yang disampaikan oleh Halliday dan Hassan yang mengatakan bahwa “Context is something that accompanying text”. Kehadiran sebuah teks atau bahasa harus selalu disertai dengan konteks dimana bahasa itu digunakan. Oleh karena itu, dalam analisis wacana, bahasa yang ditelaah dalam sebuah wacana harus dikaitkan dengan konteks penggunaanya. Pemahaman yang tepat akan sebuah wacana hanya akan didapat dengan memberikan konteks yang sesuai.
Kleden dalam Sudaryat mendefinisikan konteks sebagai ruang dan waktu spesifik yang dihadapi oleh seseorang atau sekelompok orang. Konteks dapat juga diartikan sebagai seting atau latar yang menjabarkan suatu keadaan, tempat, dan waktu dimana dan kapan sebuah bahasa digunakan. Schriffin membedakan konteks menjadi tiga, yaitu konteks budaya, konteks sosial, dan konteks kognitif. Konteks budaya berhubungan dengan makna bersama dan pandangan dunia (paradigma). Konteks sosial berhubungan dengan definisi diri dan situasi yang dikonstruksikan. Sementara konteks kognitif berhubungan dengan mengaitkan pengalaman masa lalu dan pengetahuan. Pemahaman tentang bagaimana bahasa digunakan dan dibangun bergantung kepada pertimbangan bagaimana bahasa itu dikaitkan di dalam berbagai konteks.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa selalu terjadi di dalam konteks. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, setiap satuan bahasa yang menjadi bahan kajian dalam analisis wacana harus selalu dikaitkan dengan konteks. Penggunaan konteks yang tepat akan mempengaruhi pemahaman seseorang tentang sebuah bahasa atau wacana. Konteks dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu konteks budaya, sosial, dan kognitif.
2)      Bahasa dipengaruhi oleh konteks (context sensitive)
Selain selalu terjadi di dalam konteks, bahasa baik dari segi bentuk dan fungsi sangat dipengaruhi oleh karakteristiks konteks-konteks yang disebutkan di bagian sebelumnya. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara bahasa dan konteks yang masuk ke dalam semua tingkatan bahasa baik struktur luar ataupun struktur dalam (surface structure dan deep structure). Istilah struktur luar dan struktur dalam itu sendiri pertama kali dikemukakan oleh Chomsky pada tahun 1957 dalam konsep transformasi generatif yang menjelaskan proses tranformasi bahasa dari  pemahaman atau kemampuan seorang penutur tentang kaidah-kidah suatu bahasa (kompetensi) kepada penerapan kaidah-kaidah bahasa tersebut di dalam proses berkomunikasi (performansi).
Teori ini diperkuat oleh Mulyana yang mengatakan bahwa konteks merupakan sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/ dialog. Semua hal yang berhubungan dengan tuturan, baik arti, maksud, maupun informasinya sangat bergantung kepada konteks yang melatar belakangi peristiwa tuturan tersebut. Contoh pengaruh konteks dalam bahasa dapat terlihat dari ilustrais di bawah ini:
Situasi 1
Seorang perempuan yang sedang menunggu kedatangan teman yang datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan “cepat sekali kamu sampai”.
Situasi 2
Seorang perempuan yang sedang menunggu kedatangan teman yang terlambat dari waktu yang dijanjikan “cepat sekali kamu sampai”.
Kalimat “cepat sekali kamu sampai” pada dua situasi di atas memiliki bentuk dan struktur yang sama namun memiliki makna yang berbeda. Pada situasi yang pertama, kalimat “cepat sekali kamu sampai” menyatakan makna yang sebenarnya yaitu keheranan penutur akan kedatangan temannya yang lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Sedangkan kalimat “cepat sekali kamu sampai" pada situasi kedua menyatakan sndiran penutur terhadap temannya. Interpretasi makna yang berbeda dari kalimat tersebut disbabkan oleh adanya perbedaan konteks bahasa yang digunakan.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa selalu dipengaruhi oleh konteks. Semua hal yang berkaitan dengan bahasa baik bentuk, struktur, makna, dan fungsi sangat bergantung kepada konteks yang melatar belakangi proses bahasa tersebut diproduksi dan diinterpretasikan. Penggunaan konteks yang berbeda akan memberikan interpretasi makna yang berbeda dari bahasa yang sama.
3)      Bahasa selalu bersifat komunikatif
Bahasa selalu bersifat komunikatif karena bahasa selalu ditujukan kepada penerima pesan. Penerima pesan dapat berupa penerimaan yang nyata (actual) dan yang dimaksudkan (intended). Beberapa ahli berpendapat bahwa komunikasi hanya dapat terjadi sesuai kehendak pembicara. Ekman dan Freisen (1969) membedakan pesan menjadi dua, informatif dan komunikatif. Pesan informatif adalah pesan yang berisi informasi faktual yang dikirim kepada penerima. Sementara pesan komunikatif adalah pesan yang tidak harus informatif namun memiliki sifat interaktif yaitu pesan yang mengubah sikap seseorang meskipun tidak mendapat interpretasi yang sama dan juga tidak secara sadar ditujukan oleh penutur pesan.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Brown dan Yule yang mengatakan bahwa bahasa memiliki dua fungsi yaitu transaksional dan interaksional. Secara transaksional, fungsi bahasa mengungkapkan isi yang berupa informasi faktual yang memuat pesan dari pembicara kepada pendengar. Sementara, fungsi interaksional pada pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi yang berguna untuk memelihara dan menjaga hubungan-hubungan sosial.
Dari fungsi bahasa di atas, wacana dapat dipandang secara luas, karena tidak hanya memuat informasi faktual, tetapi juga hubungan sosial yang menjadi konteks terjadinya wacana. Upaya untuk memahami wacana secara luas inilah dilakukan dalam bentuk analisis wacana. Wacana dan analisis wacana merupakan dua hal yang saling bersinergi, jika wacana pada tataran bentuk linguistinya, maka analisis wacana lebih luas memandang wacana dari sisi konteksnya. Nunan (2003) menjelaskan “the study of discourse is the study of the relationship between language and its contexts of use”. Dalam pemahaman yang lebih luas, Cook  menjelaskan analisis wacana menguji bagaimana rangkaian bahasa yang dimaknai dalam konteks tekstual yang sempurna, konteks sosial, dan psikologis menjadi satu kesatuan yang bermakna dalam penggunaannya.
Mc.Kay (1972) membagi komunikasi menjadi dua yaitu komunikasi yang mengarah kepada tujuan ( goal-directed ) yaitu komunikasi yang perlu memiliki tujuan dan diinterpretasikan atau komunikasi terpimpin ( conduct ) yaitu komunikasi yang tidak memiliki tujuan dan tidak diinterpretasikan. Hal senada juga disampaikan oleh Grice (1957) yang dikenal dengan konsep -nn. -nn merupakan singkatan dari non-natural meaning (makna yang tidak alami) yaitu situasi dimana pembicara mengharapkan makna tetapi mendapat respon dan interpretasi sesuai yang disadari oleh penerima. Pandangan yang lebih luas tentang komunikasi  disampaikan oleh Ruesch dan Bateson (1951) dan Watzlawick, Beavin, dan Jackson (1967) bahwa apapun yang terjadi pada kehadiran pengirim dan penerima bersifat komunikatif; selama pesan yang disampaikan dapat tersedia untuk orang lain dalam domain yang sama, tidak perlu diharapkan sebagai pesan untuk dapat dinilai sebagai komunikasi. Goffman (1959) membedakan informasi yang sebenarnya dan tidak sebenarnya. Informasi yang sebenarnya adalah komunikasi yang sesuai dengan makna (diharapkan dan diterima), sementara informasi yang tidak sebenarnya adalah informasi yang diinterpretasikan maknanya dan dicari artinya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimulan bahwa bahasa selalu bersifat komunikatif. Hal ini didasarkan bahwa bahasa selalu ditujukan kepada penerima pesan. Terdapat dua macam pesan yang disampaikan dalam bahasa yaitu informatif dan komunikatif. pesan informatif adalah pesan yang menyampaikan informasi faktual sedangkan pesan komunikatif adalah pesan yang akan membangun interaksi antara penutur dan penerima pesan. Hal ini sesuai dengan dua fungsi bahasa yaitu fungsi transaksional dan interpersonal. Fungsi transaktional adalah fungsi bahasa yang terkait dengan pesan informatif dan fungsi interaksional adalah fungsi bahasa yang berkaitan dengan fungsi komunikatif.
4)      Bahasa dirancang untuk komunikasi
Asumsi yang keempat adalah bahasa dirancang untuk mencerminkan dasar komunikasinya. Hal ini didasarkan pada fitur bahasa yang dibahas oleh Hocket (1958) yang menyatakan bahwa bahasa dapat digunakan sebagai sistem komunikasi dan dapat memudahkan seseorang dalam memahami sesuatu hal. Bahasa merupakan alat komunikasi yang utama bagi manusia.  Bahasa digunakan untuk menyampaikan semua perasaan, pikiran, dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang kepada orang lain.
Penelitian-penelitian terdahulu membuktikan bahwa proses komunikatif dapat memunculkan dan mengembangkan struktur sintaksis. Penelitian sosilonguistik juga membuktikan bahwa komunikasi pada grup-grup tertentu dapat mempengaruhi perubahan sistem bunyi suatu bahasa. Selain itu, terdapat beberapa fitur bahasa yang dirancang untuk memudahkan proses komunikasi. Beberapa fitur bahasa yang digunakan untuk mempermudah komunikasi adalah redundansi, pilihan istilah referensi, dan penyusunan informasi dalam kalimat. Salah satu fitur bahasa yang dirancang untuk mempermudah komunikasi adalah pengulangan kata (redundansi). Zaimar dan Harahap menyebutkan bahwa redundansi dapat terjadi dalam beberapa bentuk yaitu pengulangan makna dalam kosakata, sintaks, mimik, dan gerakan tubuh. Tujuan digunakannya redundansi dalam komunikasi adalah untuk memberikan penekanan atau memastikan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimulan bahwa bahasa dirancang untuk komunikasi. Bahasa dignaran untuk mempermudah proses penyampaian pesan. Beberapa fitur bahasa yang dapa digunakan untuk mempermudah proses komunikasi adalah redundansi, pilihan istilah referensi, dan penyusunan informasi dalam kalimat.
F.     Contoh Wacana
·         Wacana narasi
Kegiatan disekolahku demikian padatnya. Setiap hari, aku masuk pukul 07.00. Agar tidak terlambat, aku selalu bangun pukul 04.30. Setelah mandi, akupun shalat subuh. Kemudian, aku segera mengenakan seragam sekolah. Tak lupa aku lihat-lihat lagi buku yang harus aku bawa. Yah, sekedar mengecek apakah buku-buku yang aku bawa sudah sesuai dengan jadwal pelajaran hari itu. Selanjutnya, aku makan pagi. Lalu, kira-kira pukul 06.00, aku berangkat ke sekolah. Seperti biasanya, aku ke sekolah naik angkutan umum. Jarak rumah dengan sekolahku tidak jauh, sekitar enam kilometer. Aku memang membiasakan berangkat pagi-pagi. Maklum, angkutan kota sering berhenti lama untuk mencari penumpang. Jika aku berangkat agak siang, wah, bisa terlambat sampai di sekolah.
Di sekolah, aku belajar selama kurang lebih enam jam. Jam pelajaran berakhir pukul 12.45. Itu untuk hari-hari biasa. Hari Rabu, aku pulang pukul 14.30, karena mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dulu. Khusus hari Jum’at, aku bisa pulang lebih awal, yaitu pukul 11.00.
Paragraf narasi diatas berisi sebuah fakta. Apbila dicermati, paragraf tersebut berisi urutan peristiwa berikut : bangun pukul 04.30, mandi, shalat subuh, berpakaian, mengecek buku, makan pagi, berangkat sekolah, belajar di sekolah, pulang sekolah. Rangkaian  peristiwa tersebut dialami oleh tokoh aku. Aku mengalami “konflik” dengan dirinya sendiri, yaitu kebiasaannya setiap hari.
·         Wacana deskripsi
Bunga Mawar
Mahkota bunga berwarna merah tersusun saling bertumpuk membentuk lapisan-lapisan, kelopak bunga berwarna hijau berada tepat di bawah mahkota bunga,  bunga disangga oleh batang yang tegak lurus, menempel dan menjadi satu dengan kelopak bunga, dengan warna hijau kecoklatan. batang bunga sebagai penyangga, di lindungi oleh duri-duri yang jarang pada sisi-sisinya.


·         Wacana eksposisi
Jatuhnya sebuah pesawat berkapasitas 266 penumpang air bus A300- 600 merupakan peristiwa kedua kalinya bagi American Air lines beberapa detik saat lepas landas dari bandara internasional O’Hare Chicago, tiba-tiba mesin sebelah kiri lepas dari dudukannya. Pilot tidak bisa lagi mengendalikan pesawat akibat keseimbangan dari pesawat mendadak berubah dengan jatuhnya mesin yang berbobot sekitar 5 ton. Pesawat mendarat dan menghujam tempat parkiran kendaraan 31 detik kemudian dan 271 penumpang plus awak tewas ditempat.
Sumber: Kompas, 15 November 2001 tulisan yang singkat, akurat, dan padat
·         Wacana agrumentasi
Berikut sedikit contoh kutipan wacana argumentasi
Menyetop bola menggunakan  dada dan kaki dapat ia lakukan dengan sempurna. Tembakan kaki kanan serta kaki kirinya tepat dan keras. Sundulan yang dihasilkan dari kepalanya sering memperdaya kiper lawan. Bola seolah-olah menurut kehendak dirinya. Larinya sangat cepat bagaikan kijang. Menjadikan lawan sukar mengambil bola diantara kakinya. Operan bolanya akurat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola profesional. Tujuan yang ingin di capai melalui argumentasi tersebut, antara lain :
-          Melontarkan pandangan / pendirian
-          Mendorong atau mencegah
-          Mengubah tingkah laku pembaca
-          Menarik simpat